Puzzle Of Life

Kisah Penyintas Bunuh Diri - "Keinginan bunuh diri itu tidak tiba-tiba, ada tanda-tandanya"

This is my story. Aku biasa dipanggil Putri. Usiaku saat ini 30 tahun. Percobaan bunuh diri pertama itu sekitar 16 tahun, aku kalau ga salah kelas 1 SMA. Waktu itu ada pemicu yang berhubungan dengan perpisahan atau ancaman perpisahan dengan seseorang pria yang aku cintai.

 

Setelah itu aku sekitar umur 24-25 tahun, posisinya aku lagi kerja di luar pulau, di daerah yang kategorinya sangat terpencil, dan pemicunya masih sama, topiknya kehilangan juga oleh orang yang signifikan.

 

Kondisi yang aku rasakan itu lebih merasa ke “nggak punya banyak pilihan”. Tapi aku masih merasa punya tanggung jawab, meskipun ada saat-saat aku nggak bisa kerja seharian. Sepanjang 2018 aku cukup hancur-hancuran, merasa nggak bisa kerja. Aku merasa udah cukup. Di tengah situasi kalut, frustasi dan down, aku sampai riset di internet cara bunuh diri. Aku mencari cara bunuh diri dengan cepat karena aku tidak mau merasakan sakit tambahan secara fisik, kemudian juga tidak mau “gagal”.

 

Namun anehnya bersamaan dengan itu juga, aku merasa kok ini rencananya makin lama makin detil dan ini kalau dibiarkan bisa mati beneran, dan masih ada pikiran seperti itu. Masih ada pikiran kuatir kalau beneran mati, gimana?

 

Akhirnya aku memilih ke psikiater dan dapat diagnosis dysthymia (gangguan depresi persisten). Jadi depresi yang lebih “ringan”. Ringan itu seperti kedalaman air, maksudnya dia tetap di bawah tapi tidak dalam banget, tapi dia ada dalam jangka waktu yang lama, terus ada, bisa berbulan-bulan bisa bertahun-tahun. Kemudian aku memutuskan untuk mendapatkan terapi dalam bentuk obat dan itu cukup sangat membantu.

 

Saat merasa ingin bunuh diri, aku merasa nggak ada gunanya lagi, seperti nggak ada harapan. Aku merasa tidak berharga, merasa tidak ada yang peduli, merasa sendirian. Kamu tahu, keinginan mati itu adalah salah satu perasaan paling buruk di dunia. Itu seperti meng-cancel diri sendiri. Kita kan manusia hidup bergantung pada eksistensi yah, harus merasa ada dan dianggap ada oleh orang-orang. Bayangkan, aku dicancel tragisnya yang cancel diri sendiri lewat upaya bunuh diri. Itu seperti menghapus keberadaan diri sendiri, dan otak kamu yang menyabotase diri kamu sendiri, segitu buruknya. Buat aku ini bukan hanya buruk namun mengerikan.

 

Satu yang ingin aku tekankan bahwa orang tidak tiba-tiba ingin mati. Kalau di pemberitaan kan enak banget menggambarkan “setelah putus cinta si ini gini gini”, tapi tidak sesederhana itu. Perasaan kompleks yang aku alami (dan mungkin ada orang lain yang mengalami seperti yang aku alami), pasti ada perjalanan. Jadi seperti bola salju, lama-lama bola saljunya terlalu besar, cuma mungkin nggak semua orang ngeh, atau sadar sesegera mungkin.

Aku lebih banyak ngasih sinyal karena memang ada yang namanya tanda bahaya bunuh diri. Jadi orang kalau mau bunuh diri itu tidak pernah tiba-tiba, selalu ada tanda-tandanya. Misalnya, menjauh dari orang-orang yang biasanya dekat, atau kehilangan minat pada hal-hal yang biasanya disukai, perubahan selera makan, mengurung diri, terus kata-kata tertentu yang… mungkin dia nggak akan bilang dia akan mati, tapi mungkin bilang “kayaknya enak yah kalau ilang aja dari dunia” atau “kayaknya enak kalau besok nggak ada lagi, jadi nggak usah menghadapi ini lagi.”

 

Setelah ke psikolog, aku banyak menggali ada apa sih sebenarnya? Mengapa sampai segininya dengan topik kehilangan relasi? Masa-masa remaja SMP-SMA, aku mengalami bullying beberapa tahun, sampai di titik nggak punya teman sama sekali. Terus pada saat akhir SMA itu aku tahu bahwa orang tuh nggak mau temanan sama aku (aku ngga tau karena apa, karena itu masa lalu). Ternyata itu signifikan, signifikan pengaruh ke diri aku.

 

Setelah kupikir-pikir ternyata itu berpengaruh ke nilai diri, berpengaruh ke bagaimana aku memandang diriku kalau “aku tuh di mata orang seperti apa sih?”. Itu berpengaruh kepada kepercayaan diri aku. Sampai sekarang aku masih berjuang dengan kepercayaan diri yang rendah. Ini ternyata salah satu yang “memupuk” munculnya depresi di masa dewasa aku.

 

Saat ini motivasi aku lebih ke bagaimana caranya memakai apa yang aku alami untuk membagikan lebih banyak informasi untuk orang-orang dari orang yang memang mengalami. Langkah-langkah kecil sih karena setiap proses itu tidak dari zero to hero, selalu naik turun. Gangguan kesehatan mental itu gangguan kronis yang berkepanjangan, nggak kayak batuk pilek sembuh.

 

Kalau mau mendengarkan teman-teman yang punya pemikiran bunuh diri dan kamu nggak tahu harus omong apa, lebih baik kamu ngga usah ngomong apa-apa. Ada kalanya ambil sikap diam dan hanya mendegarkan jauh lebih diperlukan sama temanmu yang punya pemikiran untuk bunuh diri. Namun paling penting, temani dia, hadirlah untuk dia. Setidaknya dia tahu dia tidak sendirian.

 

Guys, kalau kamu belum menemukan teman atau sahabat yang bisa jadi teman curhat sekaligus konsultasi soal kesehatan mentalmu, kamu bisa hubungi Puzzle of Life di www.puzzleoflife.id atau 0822-9800-0817 untuk konsultasikan dirimu jika punya kecenderungan keinginan bunuh diri.



Bagikan artikel
Klik untuk chat
Hallo, ada yang bisa kami bantu ?